Amerika dan Timur Tengah - Secara umum kita semua sudah tahu dan sering mendengar bahwa kekacauan yang terjadi di Timur tengah adalah karena ulah Amerika yang memperebutkan ladang minyak, tapi benarkah begitu?
Saya bukan pakar dalam bidang ini, namun saat membaca tulisan seorang Alto Luger saya tertarik untuk kembali menyalinnya kembali buat Anda baca. Benar adanya jika Amerika juga berperan dalam semua kekacauan di Timur tengah, intinya agar supaya industri persenjataan mereka bisa laris manis dijual ke para teroris.
Namun dari kacamata saya sendiri juga melihat bukan hanya Amerika saja yang memperebutkan ladang minyak maupun gas, bahkan Arab Saudi pun juga melakukan hal yang sama.
Nah berikut ini merupakan kutipan lengkap yang ditulis oleh Alto Luger melalui Akun Facebooknya, dimana tulisan beliau juga pernah saya minta izin muat di halaman media Sentani News. Dan kali ini saya pilih memuatnya di Blog saya saja, selamat membaca.
Saat Iraq diserang oleh pasukan koalisi dibawah pimpinan USA di tahun 2003, minyak Iraq disebut-sebut sebagai alasan utamanya. USA dituduh ingin menguasai ladang-ladang minyak yang dimiliki oleh negeri 1001 malam ini.
Saat Suriah terpecah oleh perang saudara termasuk munculnya gerakan-gerakan ekstrim radikal berbasis agama, USA pun dituduh hanya ingin menguasai minyak yang dimiliki Suriah. Beberapa hari belakangan ini saat Qatar dikucilkan oleh beberapa negara Arab dibawah pimpinan Uni Emirat Arab dan Arab Saudi, Amerika juga dituduh campur tangan karena ingin menguasai kekayaan minyak dan gas bumi Qatar.
Tetapi, apakah benar demikian? Apakah benar bahwa destabilisasi negara dan kawasan adalah cara USA untuk menguasai SDA di kawasan dan negara tersebut? Menurut saya, ada logical fallacy dalam argument seperti ini.
Yang pertama: Importir minyak terbesar USA adalah Canada (38%). Berikutnya adalah Arab Saudi yang ‘hanya’ 11% dan kemudian diikuti oleh Venezuela, Mexico dan Colombia [1]. Iraq, Syria, Qatar, Libya, Mesir bahkan Yemen dan Tunisia bahkan tidak masuk dalam daftar pengimport minyak terbesar ke USA. Kalau logika yang dipercaya bahwa destabilisasi adalah cara USA untuk menguasai minya di suatu negara, tentu Canada sudah hancur lebur, porak poranda dilanda konflik berkepanjangan bukan? Ternyata sampai hari ini, Canada adem-adem saja.
Yang kedua: Stabilitas keamanan adalah prinsip utama berbisnis. Tidak akan ada bisnis yang stabil dan murah di daerah yang rawan dengan konflik apalagi perang. Prinsip ini juga berlaku bagi pelaku bisnis dan investor seperti USA. Sebagai investor, USA tentu berkepentingan agar ada iklim investasi yang aman dan nyaman sehingga investasinya menguntungkan dan mendatangkan profit. Dengan demikian maka kepentingan USA adalah menjaga stabilitas daerah tempat dia berinvestasi, dan bukan malah merusaknya. Kalau USA memang ingin berinvestasi di negara-negara di Timur Tengah, tentu dia akan mendukung stabilitas negara tersebut, dan bukan sebaliknya. Coba saja tanya penjual bakso yang lewat di depan rumah anda, apakah kalau sambal jualan dia mendukung orang untuk berantem di lokasi jualannya akan mendatangkan untung yang lebih besar? Pasti jawabannya adalah: ente gila ya?
Jadi apa sebenarnya yang memotivasi USA untuk turut ‘campur tangan’ dalam politik kawasan di Timur Tengah dan politik dan stabilitas domestic negara-negara di kawasan itu?
Dari hasil bekerja beberapa tahun dengan Kedutaan Amerika di Jakarta dan terlibat dalam beberapa proyek yang disponsori Amerika di Afghanistan, Sudan Selatan, Iraq, Yemen maka ada beberapa penjelasan sederhana dalam memahami kebijakan luar negeri USA di kawasan Timur Tengah.
Yang pertama dan sangat mudah adalah: Because They Can! USA adalah kekuatan hegemoni yang, pasca runtuhnya Uni Soviet, menjadi kekuatan single polar. USA ikut campur dalam kebijakan-kebijakan kawasan Timur Tengah bahkan dalam keijakan dalam negeri negara-negara di Timur Tengah sederhananya karena dia bisa. Salah satu contohnya adalah di kawasan Timur Tengah saja ada lebih dari 50,000 tentara USA yang bermarkas di 8 negara-negara Arab, dengan Kuwait sebagai basis terbesar dengan 15,000 tentara USA[2]. USA campur tangan karena dia bisa;
Yang Kedua: Karena paham neorealisme yang dipraktekkan oleh USA. USA menganut paham neorealisme dimana dunia dianggap sebagai anarki dan tidak stabil, kawan dan lawan bisa berubah kapan saja sehingga satu-satunya cara untuk menjadi aman adalah dengan menjadi lebih kuat, secara militer, dari negara-negara lain. Hal ini tercermin dalam doktrin pertahanan USA yaitu: preemptive strike dan first strike untuk menggunakan senjata nuklir. Ini terlihat pula lewat dana pertahanan USA yang jauh lebih besar dari dana pertahanan seluruh negara-negara di dunia. Negara dengan prinsip ini, seperti USA, akan selalu berusaha untuk menjadi lebih kuat dan selalu berusaha untuk melemahkan negara lain, baik itu kawan apalagi lawan. Itulah mengapa setelah jatuhnya Uni Soviet dan runtuhnya Pakta Warsawa, NATO tetap dipertahankan bahkan diekspansi sampai ke negara-negara bekas Uni Soviet. Dengan menjadi lebih kuat secara militer dari negara lain, ekonomi bisa stabil dan keamanan pun lebih terjamin
Yang ketiga: Prinsip “band-wagoning”. Band Wagoning adalah istilah dimana negara-negara kecil dan lemah bergabung bersama negara dengan kekuatan hegemoni, seperti USA, dan, kata kerennya ‘ingin cari muka’ terhadap sang hegemon. Sang hegemon tidak perlu meminta sesuatu secara explisit. Cukup dengan menunjukan gestur maka aka nada negara-negara pengikut tersebut yang ingin mencari perhatian dengan menterjemahkan keinginan dari sang hegemon dimaksud. Istilahnya “Asal Bapak Senang”.
Inilah mungkin cara paling sederhana untuk memahami keruwetan kawasan Timur Tengah dan peran USA di dalamnya, karena tidak semua destabilisasi kawasan dimana USA dituduh telibat itu semata-mata karena minyak.
Salam,
p.s: Cadangan minyak bumi USA yang masih belum diolah itu jauh lebih besar dari cadangan minyak yang dimiliki oleh Arab Saudi[3]
referensi:
[1] https://www.eia.gov/tools/faqs/faq.php?id=727&t=6
[2] https://blogs-images.forbes.com/…/20170607_Bases_Middle_Eas…
[3] http://bisniskeuangan.kompas.com/…/studi.cadangan.minyak.as…
Anda juga bisa membacanya langsung di Facebook Beliau dibawah ini:
Saya bukan pakar dalam bidang ini, namun saat membaca tulisan seorang Alto Luger saya tertarik untuk kembali menyalinnya kembali buat Anda baca. Benar adanya jika Amerika juga berperan dalam semua kekacauan di Timur tengah, intinya agar supaya industri persenjataan mereka bisa laris manis dijual ke para teroris.
Namun dari kacamata saya sendiri juga melihat bukan hanya Amerika saja yang memperebutkan ladang minyak maupun gas, bahkan Arab Saudi pun juga melakukan hal yang sama.
Nah berikut ini merupakan kutipan lengkap yang ditulis oleh Alto Luger melalui Akun Facebooknya, dimana tulisan beliau juga pernah saya minta izin muat di halaman media Sentani News. Dan kali ini saya pilih memuatnya di Blog saya saja, selamat membaca.
Amerika dan Timur Tengah: Tidak semuanya tentang minyak
Minyak, minyak dan minyak. Objek ini terlalu sering kita dengar dalam diskusi tentang hubungan luar negeri dan/atau tuduhan ‘campur tangan’ Amerika Serikat (USA) di Timur Tengah. Minyak menjadi ‘kambing hitam’ atas kekacauan yang terjadi di negara-negara di Timur Tengah saat ini.Saat Iraq diserang oleh pasukan koalisi dibawah pimpinan USA di tahun 2003, minyak Iraq disebut-sebut sebagai alasan utamanya. USA dituduh ingin menguasai ladang-ladang minyak yang dimiliki oleh negeri 1001 malam ini.
Saat Suriah terpecah oleh perang saudara termasuk munculnya gerakan-gerakan ekstrim radikal berbasis agama, USA pun dituduh hanya ingin menguasai minyak yang dimiliki Suriah. Beberapa hari belakangan ini saat Qatar dikucilkan oleh beberapa negara Arab dibawah pimpinan Uni Emirat Arab dan Arab Saudi, Amerika juga dituduh campur tangan karena ingin menguasai kekayaan minyak dan gas bumi Qatar.
Tetapi, apakah benar demikian? Apakah benar bahwa destabilisasi negara dan kawasan adalah cara USA untuk menguasai SDA di kawasan dan negara tersebut? Menurut saya, ada logical fallacy dalam argument seperti ini.
Yang pertama: Importir minyak terbesar USA adalah Canada (38%). Berikutnya adalah Arab Saudi yang ‘hanya’ 11% dan kemudian diikuti oleh Venezuela, Mexico dan Colombia [1]. Iraq, Syria, Qatar, Libya, Mesir bahkan Yemen dan Tunisia bahkan tidak masuk dalam daftar pengimport minyak terbesar ke USA. Kalau logika yang dipercaya bahwa destabilisasi adalah cara USA untuk menguasai minya di suatu negara, tentu Canada sudah hancur lebur, porak poranda dilanda konflik berkepanjangan bukan? Ternyata sampai hari ini, Canada adem-adem saja.
Yang kedua: Stabilitas keamanan adalah prinsip utama berbisnis. Tidak akan ada bisnis yang stabil dan murah di daerah yang rawan dengan konflik apalagi perang. Prinsip ini juga berlaku bagi pelaku bisnis dan investor seperti USA. Sebagai investor, USA tentu berkepentingan agar ada iklim investasi yang aman dan nyaman sehingga investasinya menguntungkan dan mendatangkan profit. Dengan demikian maka kepentingan USA adalah menjaga stabilitas daerah tempat dia berinvestasi, dan bukan malah merusaknya. Kalau USA memang ingin berinvestasi di negara-negara di Timur Tengah, tentu dia akan mendukung stabilitas negara tersebut, dan bukan sebaliknya. Coba saja tanya penjual bakso yang lewat di depan rumah anda, apakah kalau sambal jualan dia mendukung orang untuk berantem di lokasi jualannya akan mendatangkan untung yang lebih besar? Pasti jawabannya adalah: ente gila ya?
Jadi apa sebenarnya yang memotivasi USA untuk turut ‘campur tangan’ dalam politik kawasan di Timur Tengah dan politik dan stabilitas domestic negara-negara di kawasan itu?
Dari hasil bekerja beberapa tahun dengan Kedutaan Amerika di Jakarta dan terlibat dalam beberapa proyek yang disponsori Amerika di Afghanistan, Sudan Selatan, Iraq, Yemen maka ada beberapa penjelasan sederhana dalam memahami kebijakan luar negeri USA di kawasan Timur Tengah.
Yang pertama dan sangat mudah adalah: Because They Can! USA adalah kekuatan hegemoni yang, pasca runtuhnya Uni Soviet, menjadi kekuatan single polar. USA ikut campur dalam kebijakan-kebijakan kawasan Timur Tengah bahkan dalam keijakan dalam negeri negara-negara di Timur Tengah sederhananya karena dia bisa. Salah satu contohnya adalah di kawasan Timur Tengah saja ada lebih dari 50,000 tentara USA yang bermarkas di 8 negara-negara Arab, dengan Kuwait sebagai basis terbesar dengan 15,000 tentara USA[2]. USA campur tangan karena dia bisa;
Yang Kedua: Karena paham neorealisme yang dipraktekkan oleh USA. USA menganut paham neorealisme dimana dunia dianggap sebagai anarki dan tidak stabil, kawan dan lawan bisa berubah kapan saja sehingga satu-satunya cara untuk menjadi aman adalah dengan menjadi lebih kuat, secara militer, dari negara-negara lain. Hal ini tercermin dalam doktrin pertahanan USA yaitu: preemptive strike dan first strike untuk menggunakan senjata nuklir. Ini terlihat pula lewat dana pertahanan USA yang jauh lebih besar dari dana pertahanan seluruh negara-negara di dunia. Negara dengan prinsip ini, seperti USA, akan selalu berusaha untuk menjadi lebih kuat dan selalu berusaha untuk melemahkan negara lain, baik itu kawan apalagi lawan. Itulah mengapa setelah jatuhnya Uni Soviet dan runtuhnya Pakta Warsawa, NATO tetap dipertahankan bahkan diekspansi sampai ke negara-negara bekas Uni Soviet. Dengan menjadi lebih kuat secara militer dari negara lain, ekonomi bisa stabil dan keamanan pun lebih terjamin
Yang ketiga: Prinsip “band-wagoning”. Band Wagoning adalah istilah dimana negara-negara kecil dan lemah bergabung bersama negara dengan kekuatan hegemoni, seperti USA, dan, kata kerennya ‘ingin cari muka’ terhadap sang hegemon. Sang hegemon tidak perlu meminta sesuatu secara explisit. Cukup dengan menunjukan gestur maka aka nada negara-negara pengikut tersebut yang ingin mencari perhatian dengan menterjemahkan keinginan dari sang hegemon dimaksud. Istilahnya “Asal Bapak Senang”.
Inilah mungkin cara paling sederhana untuk memahami keruwetan kawasan Timur Tengah dan peran USA di dalamnya, karena tidak semua destabilisasi kawasan dimana USA dituduh telibat itu semata-mata karena minyak.
Salam,
p.s: Cadangan minyak bumi USA yang masih belum diolah itu jauh lebih besar dari cadangan minyak yang dimiliki oleh Arab Saudi[3]
referensi:
[1] https://www.eia.gov/tools/faqs/faq.php?id=727&t=6
[2] https://blogs-images.forbes.com/…/20170607_Bases_Middle_Eas…
[3] http://bisniskeuangan.kompas.com/…/studi.cadangan.minyak.as…
Anda juga bisa membacanya langsung di Facebook Beliau dibawah ini: